
Fakultas Hukum Universitas Gresik - 564
kebenaran formal, dengan begitu akta
autentik sudah dapat dikatakan sebagai
alat bukti yang kuat tanpa harus adanya
tambahan alat bukti (Anggun, 2019).
Berbeda dengan dalam perkara
pidana yang menjadi alat bukti utama
adalah kesaksian. Namun terdapat
ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP yang
mensyaratkan sekurang-kurangnya
terdapat dua alat bukti untuk kemudian
dapat hakim jatuhkan pidana terhadap
terdakwa (Hamzah, 2015).
Dalam perkara pidana yang
menimbulkan hilangnya nyawa seseorang
dalam tahap penyidikan dapat dilakukan
autopsi (Sitorus, Sihombing, Sianipar,
Simamora, & Hutabarat, 2022). (Lestari &
Koswara, 2022). Autopsi yang diajukan
dalam tahap tersebut merupakan autopsi
forensik. Autopsi forensik merupakan
proses pemeriksaan dengan cara
pembedahan pada seluruh bagian pada
tubuh mayat dari ujung kepala sampai
dengan ujung kaki (Lestari & Koswara,
2022). Autopsi forensik sendiri
mempunyai tujuan mendapatkan
kebenaran yang bersifat materill dalam
perkara pidana terkait, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Mengungkap identitas mayat
2. Menentukan cara terjadinya kematian
(penganiayaan, pembunuhan,
kecelakaan, atau cara lainnya).
3. Menyingkap hal-hal yang berkaitan
dengan tindak pidana yang
mengakibatkan timbulnya kematian.
(lebih rinci dari cara terjadinya
kematian).
4. Menyingkap identitas dari mayat
terkait. (Lestari & Koswara, 2022).
Pengaturan mengenai autopsi secara
khusus diatur dalam Pasal 133 ayat (1)
KUHAP sebagai beriut:
“Dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati
yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.” (Hamzah,
2015).
Kemudian terhadap hasil autopsi tersebut
dituangkan pada laporan yang disebut dengan istilah
“visum et repertum”. (Imron & Iqbal, 2019).
Berdasarkan pasal 187 KUHAP, keterangan ahli yang
dituangkan dalam bentuk tulisan diluar persidangan
dikategorikan sebagai alat bukti surat. Namun terdapat
pengecualian terhadap visum et repertum, karena
dokter dianggap telah melakukan sumpah dokter yang
telah diucapkan ketika menyelesaikan pendidikan
kedokterannya. (Anggun, 2019) Dengan begitu, visum
et repertum meski dalam bentuk tertulis, namun
merupakan keterangan ahli dan merupakan alat bukti
yang sah dalam perkara pidana.
Kemudian apabila dikaitkan dengan perkara
pidana dalam yang menyebabkan hilangnya nyawa
NHY, yang mana pada tahap penyidikan KS selaku
kuasa hukum dari keluarga NHY mengajukan alat
bukti berupa akta notaris mengenai hasil autopsi.
Sebagaimana disebutkan pada Pasal 133 KUHAP ayat
(1) bahwa meminta dilakukannya autopsi pada mayat
merupakan kewenangan dari penyidik (Hamzah,
2015). Selain itu permintaan tersebut hanya dapat
dimintakan pada orang yang dianggap orang yang
dianggap ahli pada umumnya adalah dokter forensik.
Dengan begitu pihak yang berwenang dalam
menuangkan hasil autopsi dalam bentuk tulisan pada
suatu surat adalah tim dokter forensik yang melakukan
autosi langsung pada tubuh mayat NHY.
Kemudian dalam hal ini MAR dan IHL
memberikan keterangan mengenai kejadian yang
didengar serta dilihatnya langsung dalam autopsi
kepada notaris dengan maksud untuk dibuatkan akta
notaris berkaitan dengan hal tersebut. Berdasarkan
Pasal 15 ayat (1) UUJN disebutkan bahwa notaris
mempunyai kewenangan untuk membuat akta autentik
mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan,
sedangkan dalam hal ini MAR dan IHL hendak
memberikan keterangan mengenai kejadian yang
didengar serta dilihatnya langsung.
Selanjutnya dalam pasal tersebut juga
mengecualikan notaris dalam kewenangannya untuk
membuat akta autentik dalam hal “…pembuatan Akta
itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang”. Sebagaimana dalam ketentuan Pasal
133 KUHAP yang menyebutkan bahwa autopsi
ditugaskan kepada orang lain yaitu dokter forensik
(Hamzah, 2015). Dengan begitu untuk membuat surat
mengenai hasil autopsi bukan merupakan kewenangan
dari notaris, melainkan pihak yang ditunjuk oleh
penyidik untuk melakukan autopsi.
Akibat Hukum Akta Notaris yang memuat Hasil